“PENGARUH
VISUAL STORYTELLING KOMIK ASING PADA KOMIK INDONESIA TERBITAN PT. ELEX
MEDIA KOMPUTINDO TAHUN 2004-2008” (Yohan Alexander, Irfansyah)
Ternyata komik
memiliki definisi yang beragam. Will Eisner, komikus senior yang
dianggap sebagai “Bapak Buku Komik” di Amerika, menyebut komik sebagai tatanan
gambar dan kumpulan kata yang berurutan. Lain pula yang dikatakan oleh Scott
McCloud, komikus terkenal dan penulis buku tentang dunia komik. Menurut
McCloud, komik adalah gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan
respons estetik bagi orang yang melihatnya. Sementara menurut R.A. Kosasih,
“Bapak Komik Indonesia”, komik adalah media atau alat untuk bercerita. Entah
mana yang benar dari tiga pernyataan tadi. Yang jelas, definisi tentang komik
hingga kini masih menyisakan tanda tanya, sama dengan pertanyaan tentang kapan
sebenarnya komik pertama di dunia muncul.
Bila komik
didefinisikan sebagai rangkaian gambar yang berurutan, berarti komik telah
menjadi bagian dari budaya manusia di seluruh dunia sejak zaman dahulu, bahkan
sebelum manusia mengenal tulisan. Di Prancis Selatan, misalnya, para arkeolog
menemukan gambar-gambar berwarna pada dinding Goa Lascaux yang
diperkirakan sudah ada kurang lebih sejak 17.000 tahun lalu. Gambar hewan
seperti bison, banteng, dan kerbau yang ada di dinding goa itu diduga menjadi
media komunikasi bagi masyarakat yang hidup pada masa tersebut dan dianggap
sebagai “komik” paling kuno di dunia
Visual Storytelling
è Dalam
setiap komik selalu mengandung Visual Storytelling, yaitu tampilan
gambar pada komik yang disusun menurut alur jalan cerita dari komik itu
sendiri, agar pembaca terbantu dalam menangkap makna dari cerita dalam komik
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Scott McCloud (2005) yang mengungkapkan bahwa “visual
storytelling” pada akhirnya memiliki tujuan
utama agar pembaca komik dapat mengerti dengan jelas cerita yang disampaikan
dan juga mengajak pembaca untuk tetap mengikuti ceritanya.
Visual storytelling pada komik menjadi beberapa rangkaian
pengambilan keputusan, yaitu:
1.
Pemilihan Momen è berkaitan dengan bagaimana peralihan dari satu panel
kepada panel lainnya.
2.
Pemilihan Frame
è Menentukan dari sudut pandang apa gambar ditampilkan dan
seberapa besar proporsi tokoh atau objek dengan latar belakangnya.
3.
Pemilihan Image
(Citra yg Ditampilkan) è Menentukan bagaimana tokoh, objek, dan suasana tersebut
ditampilkan.
4.
Pemilihan Kata
5.
Pemilihan Flow
(Alur Panel)
Pada tahun 1980-an, industri komik
Indonesia mulai menurun dari segi kuantitas dan bersamaan dengan itu, komik
terjemahan Eropa dan Amerika mulai terbit. Sejak saat itu, posisi industri
komik dan para komikus lokal semakin terancam keberadaannya di negerinya
sendiri.
Kemudian
tahun 2000-an muncullah usaha dari PT. Elex Media Komputindo, penerbit komik
terjemahan dari Jepang, yang berupaya menerbitkan komik hasil kreasi komikus
Indonesia. Namun sayangnya, komik yang terbit ternyata
membawa pengaruh komik asing, terutama Jepang, yang begitu kuat. Tidak seperti
komikus Indonesia tahun 1970-an yang dianggap memiliki karakteristik sendiri,
komikus pada periode 1990-an dianggap tidak memiliki identitas karena meniru
gaya komik yang populer pada saat itu yakni komik Jepang dan komik Amerika (Darmawan,
2005).
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa :
— Komik lokal terancam keberadaannya
— Komik terjemahan mendominasi produksi komik
lokal di Indonesia
Komik lokal sekarang mulai terpengaruh karakter
dari komik asing terutama komik Amerika,
komik Jepang, dan komik Eropa pada saat komik Indonesia
tengah mencari jati dirinya.
Gambar diatas merupakan
contoh modifikasi dari komik Indonesia yang mengalami ‘akulturasi’ dengan
identitas dan gaya komik asing, dimana nama “Wayang” dalam komik tersebut tidak
mewakili sama sekali dari gambar yang terpampang dalam sampulnya. Karena profil
wayang yang dikenal masyarakat Indonesia adalah mewakili lambang keluarga
pewayangan dari kisah mahabarata yang terkenal di daerah Jawa. Sedangkan gambar
tersebut lebih mirip dengan figur heroik yang banyak terpampang pada tokoh
komik-komik asing.
Komik Indonesia yang terbit pada tahun
2000-an cenderung dipengaruhi komik Jepang namun lebih ekstrim dalam hal
personalisasi karya atau lebih subjektif. Efeknya adalah membuat komik
Indonesia cenderung memiliki pace lebih panjang namun menyederhanakan
cerita karena dibatasi jumlah halaman.
Adanya
pengaruh komik Amerika dan komik Eropa dikarenakan karyanya pernah disukai atau
dibaca juga oleh para komikus Indonesia. Pengaruh tersebut terlihat pada
kecenderungan komikus Indonesia untuk berusaha memberi kesan ilustrasi yang
relatif ekspresif walaupun tidak ada relevansinya dengan cerita. Selain itu,
dilihat dari garis besar perkembangan komik Indonesia, dengan diadopsinya gaya
komik Jepang, menggambarkan putusnya hubungan antara komik Indonesia tahun
1960-1970-an dengan komik Indonesia kontemporer.
Karena itu
rasanya harus mulai digalakkan kembali kreatifitas anak bangsa dengan ide ide
cemerlangnya dalam kaitannya dengan pelestarian kemurnian budaya sendiri, serta
bagaimana upaya meningkatkan kualitas hasil kreatifitas itu sendiri. Kalau
tidak dimulai dari saat ini, kapan lagi????
