A. KECEMBURUAN
PADA KAUM HOMOSEKSUAL PRIA (GAY) DI JAKARTA
(Diilhami
dari kasus mutilasi Ryan dan observasi terhadap artist management)
•
---à Bahwa
telah dilakukan penelitian terhadap responden yang berjumlah 3 orang dengan
berjenis kelamin laki laki, memiliki orientasi homoseksual, usia sekitar 20-40
tahun, sudah pernah melakukan hubungan seksual, pendidikan minimal SMA, serta
berdomisili dijakarta dan sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode obervasi (non partisipan) dan wawancara dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Metode wawancara sebagai
metode pengumpulan data utama. Dan observasi digunakan sebagai penunjang dalam berlangsungnya kegiatan wawancara. Ketiga subjek menyadari orientasi seksual nya sejak
usia remaja. Subyek 1 menyadari ketertarikannya sesama jenis sejak usia
10 tahun, subyek 2 menyadari ketika 16 tahun, dan subyek 3
menyadari sejak usia 15 tahun. Dari observasi terhadap ketiga subyek, dua subyek menunjukkan
notasi bicara terpacu lebih cepat,
dan pada
subjek ketiga terlihat genggaman tangan menguat/mengepal. Ketika ditanya mengenai sejak kapan berhubungan
seksual, 2 subyek merespon lebih cepat dengan menjawab telah melakukan
aktivitas seksual dengan sesama jenis sejak usia 9 tahun, sedangkan subyek 1
melakukannya di usia 18-19 tahun, dan subyek 3 di usia 15 – 18 tahun. Dari
keseluruhan subjek diketahui
bahwa terdapat semua faktor potensial yang menyebabkan mereka menjadi gay
seperti terdapat pada model teori. Faktor potensial itu adalah ketidakadaan
figur ayah (ayah sebagai tokoh negatif),
terisolasi dari lingkungan sekitar, perasaan rendah diri, jenis
permainan saat masih kecil, dan gaya hidup. Dari segi psikiatri, semua
subyek merupakan homoseksual ego distonik. Hal ini dikarenakan ketika subyek
masih mengalami konflik psikis, belum dapat menerima orientasinya serta masih
menutupi orientasinya kepada orang lain. Dari
hasil penelitian seputar kecemburuan tersebut terdapat fakta bahwa keseluruhan subyek mengalami hurt (luka), fear
and anxiety (takut dan cemas). Sedangkan untuk anger (marah), hanya
subyek 2 dan subyek 3 yang mengalaminya.
Selanjutnya untuk tipe kecemburuan terbagi 2 (dua) yaitu Reactive
jealousy & Suspicious jealousy
B. JURNAL
KOHESIFITAS SUPORTER TIM SEPAK BOLA PERSIJA “Bayu Wicaksono” (Universitas
Gunadarma).
---à Kohesivitas adalah
bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari sebuah kelompok.
Kohesivitas adalah hal yang paling mendasar namun juga yang paling besar
pengaruhnya. Adanya kelompok belum tentu memiliki sebuah kohesivitas yang
tinggi, namun dengan adanya kohesivitas yang tinggi sangat mudah menciptakan
kelompok yang kuat. Hal ini sesuai dengan teori dari Festinger dkk. (dalam
Sarwono, 2005) menyatakan bahwa kohesivitas kelompok adalah ketertarikan
terhadap kelompok dan anggota kelompok dan dilanjutkan dengan interaksi sosial
dan tujuan tujuan pribadi yang menuntut saling ketergantungan. Walgito
(2007) menyatakan bahwa kohesivitas kolompok adalah saling
tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok. Faktor faktor yang menyebabkan Kohesivitas yaitu
:
·
latar belakang kelompok yaitu teman nongkrong
(jarak rumah yang berdekatan menyebabkan anggota mudah bertemu)
·
kegiatan kelompok seperti main bola bareng
(setiap anggota kelompok memiliki kegiatan sehari hari bersama kelompok seperti
main bola bareng dan aktivitas tersebutdapat meningkatkan kekompakan)
·
kebersamaan kelompok seperti proses
menumbuhkan keterikatan (pada saat berkumpul,
anggota kelompok bercanda gurau dan tertawa bersama sehingga aktifitas ini
dapatmeningkatkan keterikatan antara anggota kelompok.
Persija
adalah sebuah klub sepak bola yang terletak di Jakarta. Persija berdiri pada
tanggal 28 November 1928 dan memiliki julukan “Macan Kemayoran”. Persija singkatan dari Persatuan Sepak Bola Jakarta adalah sebuah klub sepak bola Persija didirikan dengan cikal bakal bernama “Voetbalbond
Indonesish Jakarta (VIJ)”. VIJ merupakan salah satu klub yang ikut mendirikan Persatuan
Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Suporter Persija dikenal dengan sebutah “The Jakmania”. Ketika dibentuk, dipilihlah figur yang
dikenal di mata masyarakat. Gugun Gondrong merupakan sosok yang paling
dikenal saat itu dan memimpin The Jakmania pada periode 1999-2000. . Pada
awalnya The Jak mania hanya terdiri dari 100 orang, dengan pengurus sebanyak 40
orang. Dalam kelompok The Jakmania
terdapat kelompok kelompok seperti Jak On Air yaitu kelompok yang
bekerja sama dengan “Radio Utan Kayu” yang setiap seminggu sekali mendatangkan
pemain pemain Persija.
Jak
Angel yaitu kelompok perempuan yang mendukung tim Persija. Jak Online yaitu
kelompok yang mempunyai kegiatan untuk memberikan fasilitas informasi tentang
Persija melalui jalur internet. Jak Scooter yaitu
kelompok pengguna kendaraan vespa yang mendukung Persija, dan Jak Adventure adalah
kelompok suporter yang mendukung persija saat bertanding di kandang lawan (Wikipedia,
2007). Kelompok kelompok yang ada
dalam The Jakmania tidak hanya terbatas dari yang tertulis di atas, Banyak
kelompok kelompok kecil yang tidak tercatat berdasarkan pembagian kelompok tersebut. Kelompok kelompok kecil ini memiliki aktifitas
seperti berangkat bersama sama dari suatu tempat menuju stadion tempat lokasi
pertandingan Persija dan pulang bersama
sama menuju tempat asal. Kelompok “The Jak Kukusan” merupakan salah satu kelompok kecil yang tidak tercatat
berdasarkan pembagian kelompok diatas. Faktor
faktor yang menyebabkan kohesivitas kelompok adalah :
·
Kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut
untuk waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota.
·
Adanya
tradisi, kebiasaan, dan adat.
·
Ada organisasi dalam kelompok.
·
Kesadaran diri kelompok, yaitu setiap anggota tahu siapa saja yang termasuk dalam
kelompok, bagaimana caranya ia berfungsi dalam kelompok,bagaimana struktur
dalam kelompok, dan sebagainya.
·
Pengetahuan tentang kelompok.
·
Keterikatan (attachment) kepada
kelompok.
Dan
kohesivitas Suporter Tim Persija terjadi karena :
·
Setiap anggota kelompok mengenakan identitas
yang sama.
·
Setiap anggota kelompok memiliki tujuan dan
sasaran yang sama.
·
Setiap anggota kelompok merasakan
keberhasilan dan kegagalan yang sama.
·
Setiap
anggota kelompok saling berkerjasama dan berkolaborasi.
·
Setiap anggota kelompok memiliki peran
keanggotaan.
·
Kelompok mengambil keputusan secara efektif.
KSedangkan
ohesivitas individu dalam kelompok kecil dilihat
dari:
·
Aktifitas kelompok dalam komunitas (main bola
bareng, satu lingkungan, bakti sosial dan nonton bola bareng)
·
aktifitas kelompok kecil (pulang pergi
bersama, patungan, pulang dan pergi bersama), proses pengambilan keputusan
kelompok (berdiskusi, solusi,pengambilan keputusan)
·
identitas kelompok (warna, tulisan, logo logo,
warna, logo,atribut Persija), kohesivitas kelompok di luar lapangan (proses
menumbuhkan keterikatan)
·
aktifitas sebelum pertandingan, aktifitas
setelah pertandingan, tempat berkumpul,mencari kendaraan, menaiki
kendaraan,menyanyikan yel yel, membeli air dan rokok, tegur sapa, menuju
tempat parkir, perjalanan pulang, membahas pertandingan).
C. EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN GOTONG ROYONG
(COOPERATIVE
LEARNING) UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI PELAJARAN MATEMATIKA
(Suatu studi Eksperimental pada Siswa di SMP 26 Semarang)
---à Penelitian
ini dilatar belakangi oleh faktor faktor
:
·
Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap momok bagi sebagian
pelajar, termasuk siswa SMP.
·
Anggapan
negatif tersebut semakin berkembang dengan adanya kenaikan standar kelulusan,
khususnya untuk nilai matematika, yang menyebabkan banyak siswa tidak lulus
pada tahun 2004.
·
Salah
satu faktor yang dapat berpengaruh buruk terhadap prestasi matematika siswa
adalah kecemasan.
·
Berdasarkan
hal ini peneliti tertarik untuk melakukan eksperimen untuk mengetahui apakah
metode belajar tertentu dapat mengatasi kecemasan dalam belajar matematika.
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMP 26
Semarang yang berjumlah 32 orang yang dibagi menjadi dua kelompok masing
masing 16 orang. Pada
mereka dilakukan penelitian dengan Metode
pembelajaran gotong royong (cooperative learning) didefinisikan sebagai suatu sistem kerja atau belajar kelompok yang
tersetruktur yang mencakup saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan,
interaksi personal, keahlian bersama dan evaluasi proses kelompok (Johnson & Jhonson 1994).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kerangka teoritis dari Stodolsky (1985), yang
menyatakan bahwa metode pembelajaran gotong royong
(cooperative learning) dapat menurunkan kecemasan siswa terhadap mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan matematika .Selanjutnya didukung oleh teori dari Okebula (1986) yang
menyatakan bahwa kecemasan siswa
dapat menurun ketika diciptakan kondisi belajar yang menyenangkan, bebas dari rasa
tegang, dan adanya rasa saling mempercayai antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan kategori “Kecemasan” yang dimaksud adalah ketegangan,
rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu
yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan
berasal dari dalam (DepKes RI, 1990), atau Kecemasan dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan,
atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak
diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan skala kecemasan. Observasi yang dilakukan adalah observasi non
partisipan. Pertama tama siswa diberikan pre test yang
berupa “skala kecemasan”. Kemudian siswa dibagi menjadi dua kelompok, kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen, pada kelompok eksperimen diberlakukan metode pembelajaran gotong
royong, sedangkan kelompok kontrol tidak diberlakukan. Hal ini terjadi selama 4
kali pertemuan. Setelah itu semua siswa diberi post
test yang sama berupa skala kecemasan seperti pada subtest
awal. Pada metode pembelajaran gotong
royong (cooperative learning), siswa duduk dikelompokkan, siswa
diberikan tugas yang pengerjaannya secara berkelompok, tempat duduk siswa juga
diatur menjadi beberapa kelompok yang saling berhadapan antar anggota kelompok
tanpa harus berhadapan kearah meja guru. Hasil observasi
memperlihatkan bahwa :
·
Pada
awal kelas dimulai belum banyak interaksi yang tercipta.
·
Setelah
sudah mendapat instruksi soal, nampak adanya interaksi antar siswa dalam
kelompok.
·
Siswa
saling berbicara satu sama lain dalam kelompok sambil memegang kertas soal.
·
Siswa
saling bertanya kepada teman kelompok.
·
Siswa
terlihat melakukan interaksi antar kelompok.
·
Suasana
kelas aktif dan riuh ramai.
Hasil
akhir menyimpulkan bahwa ada
pengaruh pemberian perlakuan berupa Metode Pembelajaran Gotong Royong (Cooperative
Learning) terhadap kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika.
Ada perbedaan kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan
mengalami penurunan skor kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika,
sedangkan kelompok kontrol tidak. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan selama 4
kali pertemuan berupa belajar matematika dengan metode pembelajaran gotong
royong dapat menurunkan kecemasan siswa ketika menghadapi pelajaran matematika. Dengan metode pembelajaran gotong royong siswa menjadi
lebih rileks dalam menghadapi pelajaran matematika.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar