A. REALITAS CINTA
DIMATA REMAJA PEREMPUAN
(Studi Kasus Sindrom Cinta pada Seorang Perempuan Remaja Pasca Film “Ada Apa Dengan Cinta?”).
à Bahwa “Film” merupakan persona yang menyampaikan realita, yang
mampu menjembatani imajinasi dengan
kenyataan yang akhirnya menciptakan ulang sebuah makna yang bisa menjadi
identitas penontonnya. Termasuk Film remaja dengan judul “Ada Apa
Dengan Cinta?” memiliki sasaran penonton yang sudah jelas adalah kaum remaja
baik laki laki maupun perempuan, yang mengkisahkan roman percintaan di kalangan
remaja pada umumnya. Kesuksesan film tersebut
di pasaran sempat menjadi lambang atau Trend Setter yang mampu
mewakili kehidupan remaja di masanya. Hal ini bisa terjadi karena kaum remaja memang masih mengalami kelabilan dalam menentukan
karakter dirinya. Secara psikologis, aspek kognitif dalam dirinya memang masih
mengalami pancaroba, sebuah masa ketika dirinya masih mencari kepastian akan
wujud dan jati diri. Ini membuat remaja menjadi lebih rentan terhadap pengaruh
lingkungan, baik yang datang dari keluarga, sekolah, teman sepermainan maupun
dari media. Kenyataan ini sejalan dengan “Teori Perkembangan” dari Jean
Piaget kematangan otak remaja
yg cenderung mengikuti faktor emosi daripada rasio. Kemampuan
membentuk konsep tentang identitas diri didasari oleh perkembangan kognitif
remaja yg sudah bisa berpikir abstrak. Selanjutnya menurut Erikson remaja
membangun “identitas diri”, termasuk peranan yang dimainkan dalam
masyarakatnya. Identitas Diri pada remaja terbentuk ketika mereka menyelesaikan
isu :
* Pilihan
Pekerjaan
* Mengadopsi
nilai nilai yang ingin dipraktekkan dalam hidupnya
* Perkembangan
identitas seksual yang memuaskan
Demikian juga saat mereka mendapat
pengetahuan atau gambaran dari media, khususnya fim pada bahasan disini, maka
remaja mengadopsi nilai nilai yang dirasakan cocok sebagai contoh modeling bagi
dirinya dalam penentuan identitas diri. Disini berlaku Teori Kultivasi
bahwa terjadi perlibatan proses
belajar dan kontruksi dari pandangan mengenai relita sosial yang bergantung pada keadaan pribadi
dan pengalaman setiap individu dan juga keanggotaan dalam kelompok
(masyarakat), serta adanya proses interaktif antara pesan yang
disampaikan dan khalayak
yang menerima pesan.
Denis McQuail menyatakan peranan media massa dalam perkembangan remaja adalah (dalam Rakhmat,
1994:52,72) cermin yang memantulkan citra remaja terhadap remaja itu sendiri dan memiliki fungsi sebagai pembentuk identitas
pribadi.
Disini jelas tampak bahwa pihak media massa sangat paham akan adanya kesadaran terhadap media pada tiap individu, yang hal ini
digunakan sebagai sudut pandang untuk khalayak secara aktif ketika terekspos oleh media dalam
rangka menafsirkan arti pesan pesan yang ditemui (Potter). Karena itu jika remaja tidak mampu
melihat media secara kritis, maka akan tampak kecendrungan
remaja memaknai apa yang ada di media secara dominan dan menerapkannya sebagai
karakter dirinya tanpa menyaring ulang. Dan hal itu umum terjadi pada
remaja saat ini ditengah kebingungan identitas yang tengah dihadapinya. Ditambah proporsi orang tua yang umumnya
selalu menempatkan diri sebagai pihak otorita belaka tanpa berusaha adanya
empati silang balik, kebanyakan hanya menghasilkan pandangan negatif di pihak
orang tua dan rasa kebingungan di sisi remaja, yang akhirnya tidak menghasilkan
titik temu jika tanpa perantara komunikasi yang bijak diantara keduanya.
B.
MITOS TENTANG KEHAMILAN
(Sebuah Riset di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam).
à Bahwa fenomena kehamilan paling banyak
terjadi dan mudah ditemui dalam kehidupan sehari hari. Sedangkan mitos yang
menyertai proses kehamilan tersebut adalah merupakan pengetahuan turun temurun
yang diwariskan dan berkembang sebagai konsep kebudayaan dan tradisi yang
berlaku hampir di sebagian besar masyarakat, yang pada akhirnya mampu membentuk
pola perilaku yang menetap. Sehingga atas gejala sosial ini sangat mudah
dilakukan pengamatan (observasi) atas segala fakta yang ada.
Kehamilan bagi pihak perempuan
merupakan suatu hal yang membanggakan dan menyempurnakan keberadaannya sebagai
seorang perempuan pada umumnya. Di samping itu kehamilan ‘menuntut’ secara
tidak tertulis pada kaum perempuan untuk mampu menjaga kehamilannya dengan
sebaik baiknya, yang terkadang dapat memberikan judgement atau
memberikan rasa bersalah jika terjadi malah keadaan sebaliknya. Karena itu
selain anjuran medis yang senantiasa diikuti oleh para kaum perempuan yang
sedang hamil, berlaku juga mitos mitos seputar masalah kehamilan yang bertujuan
sama, yaitu untuk menjaga kesehatan kehamilan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Manuaba yang mengatakan bahwa mitos tentang kehamilan diyakini
kebenarannya dalam upaya memelihara kesehatan jiwa ibu hamil. Kepercayaan ini
menjadi salah satu usaha dan upaya yang berorientasi pada kebatinan. Bertujuan
untuk menjaga keselamatan jiwa ibu hamil dalam mencapai keturunan yang baik
secara psikis dan jasmani. Mitos mitos itu ada umumnya berasal dari ilmu
warisan para pendahulunya, yang terkadang masih bisa dikategorikan bersifat
empiris atau ada juga yang bisa digolongkan pada pemahaman takhyul belaka.
Mitos mitos ini bisa timbul karena masyarakat melakukan interaksi yang intens
dengan kerabat dan lingkungan sekitarnya, dimana segala bentuk nilai dan
kebiasaan yang terjadi kerap membentuk perilaku dan sikap masyarakatnya.
Pada
pembahasan analisa jurnal ini, penelitian tentang mitos kehamilan yang dimaksud
dilakukan di wilayah Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh
Darussalam. Dan dari penelitian tersebut tujuan yang hendak dicapai adalah
ingin menguraikan sikap dan perilaku perempuan selama masa kehamilan, sekaligus
masalah budaya yang menyertai sikap dan perilaku perempuan dalam kaitannya
dengan usaha menjaga kesehatan kehamilan, baik secara modern maupun kepercayaan
terhadap mitos mitos seputar kehamilan yang berlaku dalam masyarakatnya.
Pemahaman ini didasarkan atas fakta bahwa setiap orang merupakan bagian dari
budaya yang berlaku di lingkungan tempat tinggalnya, karena itu budaya tersebut
akan berpengaruh terhadap pola pikir, sikap dan perilaku setiap individu pada
segala hal termasuk masalah seputar kehamilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Peuersen
yang menyatakan bahwa mitos merupakan sebuah cerita yang memberikan pedoman
dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Mitos memberikan arah kepada
kelakuan manusia dan merupakan semacam pedoman untuk kebijaksanaan manusia.
Dari
hasil penelitian tentang mitos kehamilan yang dilakukan di kecamatan Meureubo
kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam tersebut, didapat fakta bahwa
para perempuan hamil di wilayah Aceh pada umumnya harus menghormati berbagai
ketentuan mistis tertentu yang disebut “Pantang”. Mengabaikan ketentuan dalam
“Pantang” diyakini dapat berakibat buruk kepada perempuan hamil maupun calon
bayinya. Contohnya permpuan hamil tidak boleh duduk diatas tangga (bak ulee
reunyeun) karena dapat mempersulit proses kelahiran, perempuan hamil tidak
boleh melihat kera karena dikuatirkan anaknya kelak akan mirip kera, atau bila
suami keluar rumah pada malam hari maka ia tidak boleh langsung pulang ke rumah
melainkan harus singgah sebentar di Meunasah (tempat ibadah semacam
surau) agar makhluk Burong Burong (sejenis makhluk yang sering
mencelakakan perempuan hamil) tidak ikut masuk ke rumah. Selain itu kepada para
perempuan yang sedang hamil diharapkan membaca dan mendengarkan cerita yang
dapat membangkitkan idealisme, semangat dan taat terhadap ajaran agama masing
masing (Manuaba, 1999). Dari contoh mitos mitos yang berlaku tersebut
dapat dipahami bahwa terkadang mitos mitos yang berlaku bisa bersifat masuk
akal, dan ada juga yang terkesan hanya berupa takhyul belaka.
Pada
umumnya semua mitos dan stereotip yang
berkaitan dengan kehamilan berasal dari narasumber ibu hamil / ibu yang pernah
hamil dan hampir semua dari mereka memberikan jawaban yang sama terhadap mitos
yang berkembang. Namun pemahaman pengetahuan yang berkembang seputar kehamilan
tersebut sebenarnya tidak semua bisa digolongkan sebagai mitos, karena bisa
juga dikategorikan sebagai logika medis maupun hal spiritual. Misalnya sebagai
contoh :
* MITOS
---à
anjuran memakai tali pinggang atau menyelipkan paku kecil di rambut sebagai
penangkal makhluk halus
* LOGIKA
MEDIS
---à
anjuran bagi perempuan hamil pada usia kandungan 7 bulan untuk sesering mungkin
melakukan aktifitas berjalan, menyapu, mengepel, dan melakukan hubungan suami
istri agar memudahkan proses melahirkan
* SPIRITUAL
----à
anjuran untuk perempuan muslim jika hamil memperbanyak membaca surah Yusuf dan
Maryam agar anaknya kelak setampan Yusuf dan secantik Maryam.
Namun
umumnya perempuan hamil hanya taat atau percaya pada mitos dan sebagainya saat
mengalami kehamilan pertama. Untuk kehamilan kedua dan seterusnya biasanya
cenderung berkurang keyakinannya karena sudah tidak ada kekhawatiran yang
berlebihan dan merasa bebas karena sudah berpengalaman atas kehamilan pertama.
Hal ini berkaitan dengan Power yang dimiliki seorang perempuan sehingga
mempunyai justifikasi sendiri untuk melakukan berbagai hal yang dianggapnya
nyaman, aman dan baik untuk dirinya.
Kehamilan bagi kebanyakan kaum
perempuan memiliki juga keterkaitan dengan nilai tentang “anak” dalam
masyarakat yang antara lain bahwa anak sebagai penerus keturunan, pewaris
harta, tumpuan di hari tua, pendo’a saat orang tua sudah meninggal. Disamping
itu juga berbagai mitos yang berkembang di masyarakat tidak semuanya diyakini
oleh perempuan yang sedang hamil, jadi ada perbedaan antara perempuan hamil
yang satu dengan yang lainnya yang disebabkan oleh faktor pengetahuan yang
secara umum lebih mendahulukan rasionalitas ketimbang intuitif. Hal lain yang
tidak kalah pentingnya adalah faktor peranan keluarga terhadap penebalan
keyakinan terhadap mitos, umumnya para orang tua bertindak secara otorita
memberikan banyak anjuran dan nasehat. Selain itu faktor lingkungan hidup juga
berpengaruh terhadap keyakinan pada mitos, dimana masyarakat yang hidup di
daerah yang dekat dengan pusat layanan kesehatan umumnya mereka mudah melakukan
interaksi dengan berbagai pengetahuan yang bersumber dari kesehatan modern.
Meskipun begitu, pengetahuan tradisional tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh
masyarakat, alasannya terjalin hubungan yang erat dalam komunitas sosial
sehingga kebiasaan yang melingkupi tempat mereka tinggal akan mempengaruhi
sikap dan perilakunya. Misalnya percaya
pada tenaga bidan tradisional, yang karena adanya faktor jarak yang dekat serta
biaya yang murah maka masyarakat masih mengandalkan jasanya (terutama bagi
masyarakat yang berada pada tingkat ekonomi rendah). Namun saat ini sudah ada
bidan tradisional yang bekerja sama dengan tenaga medis, seperti di pemukiman
pedalaman.
Kehamilan pada perempuan pastinya
berhubungan dengan apa yang disebut sebagai Kesehatan Reproduksi, namun
yang dimaksud disini tidak hanya mencakup bidang medis saja melainkan terkait
juga dengan masalah sosial, agama dan budaya. Seperti yang tersirat pada Dokumen
Kairo (1994) dalam “Kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan (International Conference on Population and Development)” bahwa
kesehatan reproduksi bukan hanya ketiadaan gangguan dalam fungsi dan sistem
reproduksi. Lebih dari itu berkaitan pula dengan keadaan fisik, mental dan
kelaikan sosial secara menyeluruh dalam segala hal yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Proses kehamilan itu sendiri
sebenarnya merupakan suatu kodrat dan hal alami yang akan dihadapi para
perempuan dewasa, namun pada faktanya sebenarnya kehamilan itu sendiri terkait
dengan kepentingan tertentu yang bersumber dari keluarga, lingkungan rumah
tangga atau masyarakat (Browner, 1997). Jadi secara tidak
langsung bahwa untuk bisa hamil seorang perempuan tidak selalu atas dasar
keinginannya sendiri tetapi ada juga tekanan dari struktur sosialnya (Lubis,
2002); di samping secara psikologis sendiripun para perempuan hamil akan
mengalami perubahan kondisi fisik dan emosional secara kompleks karena adanya
perubahan hormon dan keharusan adaptasi pola hidup dengan kondisi baru. Hal
yang bersifat alami inipun menimbulkan ‘tekanan’ lain bagi perempuan hamil
untuk melakukan pengawasan terhadap kehamilannya yang biasanya budaya setempat
ikut memegang peran didalamnya.
Masalah gender juga mengambil peran
dalam konflik seputar kehamilan. Perbedaan gender yang ada memiliki
kecenderungan melahirkan faham ketidakadilan bagi kaum perempuan yang
termanifestasi misalnya dalam pembentukan stereotip, pelabelan negatif,
kekerasan dan beban kerja yang dirasa tidak adil. Selain dalam lahan aktifitas
yang dibedakan (perempuan dalam lingkungan domestik dan laki laki dalam wilayah
publik), budaya patriarkhi juga memperparah keadaan. Contoh dalam kaitannya
dengan kehamilan adalah adanya kecenderungan dalam sebuah keluarga untuk selalu
mengutamakan laki laki dalam hal apapun termasuk pembagian makanan dan beban
kerja. Laki laki didahulukan untuk mengkonsumsi makanan terbaik, padahal
perempuan hamil juga pantas didahulukan demi kesehatan kehamilannya; atau
perempuan hamil tetap bekerja keras mengurusi semua urusan rumah tangganya
sebagai bentuk tanggung jawab peranan, padahal disisi lain membutuhkan
istirahat yang cukup dan baik dalam kondisi kehamilannya.
Terakhir, fakta yang ada menyatakan
bahwa perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat menjalankan tiga
peran sekaligus, yaitu peran reproduktif (melahirkan anak anak), peran
produktif (membantu perekonomian keluarga) dan peran sosial
(melakukan sosialisasi dalam komunitasnya). Dari kenyataan ini maka ada hal
penting yang menyertai yaitu bahwa pelabelan yang selama ini dilekatkan pada
perempuan bahwa perempuan lemah, tidak berdaya, pasif dan sebagainya dapat
ditepiskan.
C.
POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA
(Sebuah Jurnal Yang Dibuat Oleh Ade Fitri
Rahman dan Erlina Listianti Widuri).
à Bahwa Jurnal dibuat bertujuan untuk mengetahui
dinamika Post Traumatic Growth atau “pertumbuhan pasca trauma” menuju
perbahan hidup yang positif dan ingin memahami lebih jauh lagi mengenai faktor faktor
yang mempengaruhi terbentuknya post traumatic growth pada penderita
kanker payudara.
Dalam
penelitian tersebut, deskripsi yang dapat diambil adalah bahwa Post
Traumatic Growth atau “pertumbuhan pasca trauma” secara teoritis
didefinisikan sebagai pengalaman perubahan positif yang signifikan, yang timbul
dari perjuangan atas krisis kehidupan yang besar antara lain : apresiasi
peningkatan hidup, pengaturan hidup dengan prioritas baru, rasa kekuatan
pribadi meningkat dan spiritual berubah secara meningkat dan positif.
Spiritualitas
dalam konteks ini mengacu pada rasa bersyukur yang lebih besar kepada Sang
Pencipta, peningkatan rasa komitmen seseorang kepada tradisi keagamaan, atau
pemahaman yang lebih jelas dari keyakinan agama seseorang. Ketika didiagnosis
menderita penyakit yang mengancam hidupnya, umumnya individu sering memikirkan kembali makna dan tujuan hidup
mereka dan mempelajari kembali prioritas mereka. Jika mereka mampu
melewati masa krisis atas perjuangan hidupnya, maka muncul fase Post
Traumatic Growth tersebut sebagai ‘lembaran’ baru untuk melanjutkan hidup.
Terdapat setidaknya terdapat 4
pertumbuhan pasca trauma atau (Post Traumatic Growth) yang
signifikan timbul dari perjuangan individu (khususnya wanita) dalam menghadapi penyakit payudara ini, antara lain:
peningkatan spiritualitas, positive improvement in life, proses sosial
semakin tinggi, dan relasi sosial semakin baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar